Beranda | Artikel
Kiat Shalat Khusyuk #07
Senin, 16 Desember 2019

Baca pembahasan sebelumnya: Kiat Shalat Khusyuk #06

Ada lagi kiat shalat khusyuk dalam shalat yaitu merenungkan sedang menghadap Sang Khaliq, merenungkan isi Alquran, hingga berlindung kepada Allah dari godaan setan.

Kedua puluh tujuh: Menyadari tengah berdoa dan berbicara kepada Allah

Syaikh Sa’id bin Wahf Al-Qahthani menyatakan, “Seorang muslim itu berbicara pada Rabbnya saat ia shalat dan Allah menjawabnya atau mengabulkannya. Bila keadaan orang shalat seperti ini, pasti ia akan khusyuk dalam shalatnya dan menghadap Allah dengan sepenuh hati.” (Al-Khusyu’ fii Ash-Shalaah, hlm. 217)

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

« مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهْىَ خِدَاجٌ – ثَلاَثًا – غَيْرُ تَمَامٍ ». فَقِيلَ لأَبِى هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الإِمَامِ. فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِى نَفْسِكَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى عَبْدِى وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى. وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). قَالَ مَجَّدَنِى عَبْدِى – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَىَّ عَبْدِى – فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ). قَالَ هَذَا بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ). قَالَ هَذَا لِعَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ ».

“Barangsiapa yang shalat lalu tidak membaca Ummul Qur’an (yaitu Al Fatihah), maka shalatnya kurang (tidak sah) -beliau mengulanginya tiga kali-, maksudnya tidak sempurna.” Maka dikatakan pada Abu Hurairah bahwa kami shalat di belakang imam. Abu Hurairah berkata, “Bacalah Al Fatihah untuk diri kalian sendiri karena aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku membagi shalat (maksudnya: Al Fatihah) menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil ‘alamin (segala puji hanya milik Allah)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘ar rahmanir rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘maaliki yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan)’, Allah berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Beliau berkata sesekali: Hamba-Ku telah memberi kuasa penuh pada-Ku. Jika ia mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyebah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)’, Allah berfirman: Ini antara-Ku dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia mengucapkan ‘ihdiinash shiroothol mustaqiim, shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi ‘alaihim wa laaddhoollin’ (tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat), Allah berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.”  (HR. Muslim no. 395).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Zhuhur bersama kami. Ketika telah salam, beliau memanggil seseorang yang sedang berada di shaf terakhir, beliau bersabda,

يا فلان ألا تتقي الله ألا تنظر كيف تصلي ؟ إن أحدكم إذا قام يصلي إنما يقوم يناجي ربه فلينظر كيف يناجيه إنكم ترون إني لا أراكم إني و الله لأرى من خلف ظهري كما أرى من بين يدي

‘Wahai fulan, tidakkah engkau bertakwa kepada Allah. Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana engkau shalat. Sesungguhnya apabila seorang dari kalian shalat, ia sedang bermunajat dengan Rabbnya, maka hendaknya ia memperhatikan bagaimana ia bermunajat dengan-Nya. Kalian menyangka kalau aku tidak melihat kalian. Demi Allah, aku sungguh melihat kalian dari belakang punggungku sebagaimana aku melihat orang di depanku.’” (HR. Al-Hakim dalam Mustadraknya, 1:236. Adz-Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini sesuai syarat Muslim. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, 2202).

 

Baca Juga: Syarhus Sunnah: Allah Dekat pada Kita yang Berdoa

Kedua puluh depan: Berlindung kepada Allah dari gangguan setan yang terkutuk

Setan adalah musuh kita. Di antara bentuk permusuhannya, setan akan membisiki orang yang shalat untuk menghilangkan kekhusyukannya dan mengacaukan shalatnya.

Diriwayatkan dari Abul ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia bnerkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan telah menghalangi antara diriku dan shalatku serta bacaanku, ia mengacaukannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خِنْزِبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلاَثًا

“Itu setan bernama Khindzib. Bila engkau merasakan godaannya berlindunglah pada Allah darinya dan meludahkan ke sisi kiri tiga kali.” Lantas aku melakukannya, lantas Allah menghilangkan godaan tersebut dariku.” (HR. Muslim, no. 2203)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّى جَاءَ الشَّيْطَانُ فَلَبَسَ عَلَيْهِ حَتَّى لاَ يَدْرِىَ كَمْ صَلَّى ، فَإِذَا وَجَدَ ذَلِكَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ

“Sesungguhnya apabila salah seorang di antara kalian shalat, setan datang lalu berusaha mengacaukan shalatnya hingga ia tidak tahu sudah berapa rakaat yang ia kerjakan. Maka bila seorang dari kalian mendapati hal demikian itu, hendaknya ia sujud dua kali saat ia dalam keadaan duduk (tasyahud akhir).” (HR. Bukhari, no. 1232 dan Muslim, no. 389)

Juga di antara tipu daya setan disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

« إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَوَجَدَ حَرَكَةً فِى دُبُرِهِ أَحْدَثَ أَوْ لَمْ يُحْدِثْ فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ فَلاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا ».

“Apabila salah seorang di antara kalian tengah shalat lalu merasakan ada gerakan pada duburnya, ia bimbang berhadats ataukah belum, lalu hal itu tersamar pada dirinya, maka jangan ia pergi sampai mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Bukhari, no. 137 dan Abu Daud, no. 177)

Bahkan godaan setan sampai titik yang mencengangkan sebagaimana dijelaskan hadits berikut. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang seseorang yang terbayang dalam shalatnya bahwa ia telah berhadats padahal ia tidak berhadats. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْتِي أَحَدَكُمْ، وَهُوَ فِي صَلاتِهِ حَتَّى يَفْتَحَ مَقْعَدَتَهُ فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ أَحْدَثَ وَلَمْ يُحْدِثْ، فَإِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ ذَلِكَ فَلا يَنْصَرِفَنَّ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتَ ذَلِكَ بِأُذُنِهِ أَوْ يَجِدَ رِيحَ ذَلِكَ بِأَنْفِهِ

“Sesungguhnya setan itu mendatangi salah seorang dari kalian saat ia sedang shalat hingga ia membuka pantatnya. Lalu ia membuat orang itu membayangkan telah berhadats, padahal ia tidak berhadats. Maka apabila seorang dari kalian mendapati hal yang demikian itu, jangan ia pergi sampai mendengar suaranya (kentut) dengan telinganya atau mencium baunya dengan hidungnya.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 21:222, hadits no. 11556 dan Al-Bazzar dalam Kasyful Atsar, 1:147, hadits no. 281. Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid mengatakan bahwa perawinya adalah para perawi kitab Shahih).

Bacaan ta’awudz yang bisa dibaca,

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

“A’udzu billahis samii’il ‘aliim, minasy syaithoonir rojiim min hamzihi wa nafkhihi wa naftsih (artinya: aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui dari gangguan syaitan yang terkutuk, dari kegilaannya, kesombongannya, dan nyanyiannya yang tercela).” (HR. Abu Daud no. 775 dan Tirmidzi no. 242. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan sanad hadits ini hasan. Pengertian “min hamzihi wa nafkhihi wa naftsih“, lihat Kitab Shifatish Shalah min Syarhil ‘Umdah, hal. 104).

Bisa pula mencukupkan ta’awudz dengan membaca,

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“A’udzu billahi minasy syaithooni minasy syaithonir rojiim (artinya: aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk).” Hal ini berdasarkan keumuman ayat yang memerintahkan membaca ta’awudz baik di dalam maupun di luar shalat ketika memulai membaca Al Qur’an,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An Nahl: 98). (Lihat Kitab Shifatish Shalah, hal. 101).

 

Baca Juga: Manhajus Salikin: Sifat Shalat Nabi, Membaca Ta’awudz dan Basmalah

 


 

Disusun saat perjalanan ke Jogja, 18 Rabiul Akhir 1441 H – 16 Desember 2019

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 


Artikel asli: https://rumaysho.com/22963-kiat-shalat-khusyuk-07.html